Deoxa Indonesian Channels

lisensi

Advertisement MGID

 



Selasa, 04 Februari 2020, 9:21:00 PM WIB
Last Updated 2020-02-05T05:28:20Z
PENDIDIKAN

PROFESI LAWYERS DALAM POTRET HUKUM INDONESIA

Advertisement
Sejarah singkat profesi Advokat Indonesia

MATALENSANEWS com-Ketika kita menonton berita atau acara infotaiment ditelevisi maka hampir dapat dipastikan menampilkan peran seorang Pengacara. Didalam berita televisi biasanya adalah terkait dengan problematika hukum yang dialami para pejabat atau para politisi maka kemudian yang muncul adalah Penasehat hukumnya demikian hiruk pikuk dan coreng moreng permasalahan rumah tangga atau perseteruan antar pesohor artis maka  yang muncul juga sosok lawyernya, bahkan tak kurang ada salah satu televisi nasional yang memiliki program acara yang lebih mengkhususkan pada dialektika para advokat yang bertajuk Indonesia Lawyers Club' (ILC) yang dalam setiap penayangannya menurut beberapa informasi memiliki rating yang tinggi dan diminati atau disukai oleh publik luas di Indonesia, dengan demikian dapat dikatakan pada saat ini profesi pengacara adalah profesi yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat terlebih adalah masyarakat modern ditengah semakin kompleksnya perkembangan hukum di Indonesia.

Dilayar televisi pada saat ini bukan hanya sering menampilkan sosok pengacara sedang menangani kasus tapi juga menampilkan sosok pengacara bak selebritis dengan menjadi pemain film, sinetron, host atau pemandu talk show di televisi. Selain di layar televisi mainstream, media cetak maupun di sosial media (sosmed) juga sering menampilkan dengan berbagai bentuk gaya hidup mewah, glamaour, jet set dengan berpenampilan perlente bahkan tak kurang jejeran perhiasan mahal dan mobil mewah kerap jadi gambaran umum yang melekat pada diri seorang yang berprofesi sebagai pengacara atau lawyer.

Karena hal tersebut maka pada saat ini pengacara menjadi salah satu profesi yang sangat didambakan para Mahasiswa Hukum, hal tersebut dapat dilihat dari animo peminat yang membanjiri Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA) yang digelar organisasi profesi advokat bekerjasama dengan fakultas hukum Universitas seluruh Indonesia. Meski di Indonesia pada saat ini tengah terjadi perpecahan antar organisasi profesi advokat namun rekruitmen advokat terus berjalan dan terus melahirkan advokat advokat baru di Indonesia.

Penulis belum pernah membaca hasil laporan sebuah riset kredibel yang khusus meneliti tentang orientasi lulusan fakultas hukum untuk lebih memilih menjalani profesi Pengacara dibanding memilih profesi hukum lainnya, apakah karena faktor pragmatisme dengan harapan akan mendapatkan hasil uang yang melimpah atau karena termotivasi panggilan jiwa untuk benar benar membela keadilan bagi para pencari keadilan. Trend profesi lawyers bukan hanya di Indonesia namun dibeberapa negara seluruh dunia terlebih negara negara modern seperti Amerika, Kanada, Inggris, Jepang maupun Tiongkok maka profesi Lawyers sering di nobatkan dalam jajaran profesi bergengsi dengan  penghasilan yang tinggi dibanding profesi lainnya, bahkan di salah satu film di tayangkan jika anak anak kecil ditanya cita citanya apa maka anak anak tersebut dengan penuh keyakinan akan menjawab hendak menjadi pengacara, demikian streotip itu terbentuk yang menjadikan profesi advokat seakan akan menjadi profesi yang cepat mendatangkan kekayaan sementara sering mengesampingkan subtansi yang sebenarnya jika profesi advokat adalah profesi yang luhur dan mulia didalam menegakan hukum (oficium nobile)

Advokat adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik didalam maupun diluar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan undang undang, dengan menjalani profesi ini secara benar maka dapat menjadi ladang amal untuk mencari keberkahan hidup dengan catatan yaitu selama dijalani dengan etikat baik, ketulusan hati, berdasarkan hukum serta mematuhi kode etik profesi sehingga benar-benar dapat membantu orang-orang yang teraniaya selaku pencari keadilan.

Profesi pengacara merupakan profesi yang bergengsi, sekaligus profesi yang sangat sulit untuk dijalani, karenanya memilih karir menjadi seorang Advokat pada prinsipnya adalah suatu panggilan jiwa dan orientasi hidup yang akan diseleksi oleh alam, untuk itu agar dapat menjadi seorang pengacara maka sangat dibutuhkan sebuah usaha besar dalam hal menjaga komitmen dan rumusan visi hidup dengan demikian diperlukan konsistensi didalam memperkaya ilmu dan pengalaman sehingga ketika menjalankan profesi lawyer maka telah memiliki dasar pengetahuan yang utuh tentang Hukum dan keadilan.

Istilah yang sering digunakan untuk menyebut profesi ini adalah Pengacara, Advokat, Lawyer, Penasehat Hukum, Konselor atau Konsultan Hukum yang merupakan seseorang yang memiliki lesensi atau izin yang diberikan oleh negara melalui otoritas organisasi advokat untuk bertindak sebagai wakil selaku kuasa dari klien untuk dapat melakukan praktik hukum baik secara litigasi maupun non litigasi membela kepentingan klien dalam menghadapi dan atau menyelesaikan persoalan hukum.

Profesi atau "profess" memiliki arti yaitu janji untuk memenuhi kewajiban melakukan suatu tugas khusus secara tetap/permanen, karenanya profesi merupakan sebuah pekerjaan yang membutuhkan pelatihan dan penguasaan terhadap suatu pengetahuan khusus untuk memenuhi kewajibannya dalam melakukan suatu tugas khusus, dalam pengertian lain maka profesi adalah pekerjaan yang membutuhkan pelatihan dan penguasaan terhadap suatu pengetahuan khusus. Suatu profesi biasanya memiliki asosiasi/perhimpunan/perkempulan dan atau organisasi profesi, kode etik, serta melalui proses sertifikasi atau lisensi yang khusus untuk bidang profesi tersebut selanjutnya seseorang yang memiliki suatu profesi tertentu disebut dengan profesional adapun parameter kualitas pekerjaan dalam rangka menjalankan profesi disebut dengan profesionalitas.

Praktik Advokat di Indonesia sebenarnya bukan hal baru dalam khazanah sejarah hukum modern di Indonesia, tercatat jauh sebelum Indonesia merdeka maka sudah ada praktik profesi advokat namun secara berlahan lahan terus mengalami perubahan, peergeseran dan dinamika menuju kemandirian profesi yang  sama sederajat dengan penegak hukum lainnya. Menilik catatan sejarah maka sejak tahun 1920-an dibeberapa daerah di Indonesia telah berdiri Organisasi Advokat, yang kala itu masih menggunakan istilah advocaat, procureur atau zaakwaarnemer, seperti salah satunya dai Bali dahulu pernah berdiri Organisasi Advokat dengan nama Balie van Advocaaten. 

Dalam literatur hukum asli Indonesia (hukum adat/adat recht atau living law) maka tidak ditemukan adanya profesi semacam advokat, sehingga profesi lawyers pada prinsipnya mengacu pada hukum modern pada era kolonialisme dimana penerapan hukum positif pada era ini membutuhkan fungsi dan peran seorang advokat yang sejalan dengan adanya transplantasi sistem hukum dan peradilan formal oleh pemerintah kolonial Belanda, sehingga sejarah keberadaan profesi advokat di Indonesia tidak terlepas dari adanya Raad Van Justitie dan Landraad yaitu lembaga peradilan yang dibentuk oleh pemerintah kolonial (Belanda) berdasarkan Staatblaad 1847 No. 23 tentang Reglement op de Rechterlijke Organisatic En het Beleid der Justitie in Indonesia atau disingkat RO. Dalam proses selanjutnya dapat diketahui jika sistem peradilan era kolonial terbagi dalam jenis peradilan yaitu  Pengadilan untuk orang Eropa ( jenjang peradilan mulai tingkat pertama atau residentiegerecht, peradilan tingkat banding atau raad van justitie di ibukota dan pengadilan tertinggi atau hoogerechtshof) dan Pengadilan pemerintah untuk orang bukan golongan eropa, pengadilan agama Islam, dan pengadilan adat.

Pengadilan pemerintah bagi orang Indonesia juga memiliki tiga tingkatan yakni districtsgerecht, regentschapsgerecht, dan landraad (yang menjadi cikal bakal pengadilan negeri Indonesia). Pada tahun 1938, putusan landraad dapat dibanding pada raad van justitie namun sebagian besar hakim landraad adalah orang Belanda, namun sejak 1920-an dan 1930-an beberapa orang ahli hukum Indonesia berpendidikan hukum diangkat sebagai hakim. Pengadilan Indonesia menggunakan KUH Pidana dengan hukum acara yang dikenal Herziene Inlandse Reglement (HIR).

Sebenarnya transplantasi sistem peradilan Barat tidak otomatis mengintrodusir fungsi advokat di dalamnya yang dapat dilihat pada saat itu pemerintah Hindia Belanda sengaja memberlakukan Herziene Indonesisch Reglement (HIR) sebagai hukum acara bagi kalangan pribumi yang tidak mengenal fungsi advokat, namun demikian pemerintah kolonial menerapkan peraturan berupa Reglement op de Strafvordering (SV) dan Reglement op de Rechtsvordering (RV) yang dikhususkan buat masyarakat Eropa di Hindia Belanda. Karena praktik peradilan era itu sangat membutuhkan fungsi advokat maka pada 1909 pemerintah kolonial mendirikan Rechtsschool di Batavia dan membuka kesempatan pendidikan hukum bagi orang pribumi hingga tahun 1922, namun kesempatan hanya dimanfaatkan kaum priyayi saja sehingga pada tahun 1928, Rechtsschool tersebut telah meluluskan hampir 150 rechtskundigen (sarjana hukum) dan ternyata para lulusan tersebut justru banyak yang memilih menjadi panitera, jaksa dan hakim dan tidak menjadi Advokat maupun notaris, selanjutnya baru pada tahun 1940 terdapat hampir tiga ratus orang pribumi Indonesia asli yang menjadi ahli hukum sampai pada pendudukan Jepang yang sebagian diantaranya benar benar memilih profesi sebagai Advokat dan selanjutnya tercatat sebagai para advokat Indonesia angkatan pertama, demikian kebanyakan diantaranya justru berpraktik dan menetap di Negeri Belanda. Diantara empat puluh orang Indonesia yang meraih gelar sarjana hukum di Leiden, tidak kurang dari enam belas orang menjadi advokat sepulang ke Indonesia dan dalam catatan sejarah maka salah seorang tokoh yang mendorong perkembangan advokat Indonesia adalah Mr. Besar Martokusumo yang dikisahkan jika tidak satupun kantor advokat yang besar kecuali kantor Mr. Besar di Tegal dan Semarang, dan kantor advokat  Mr. Iskak di Batavia, pada saat itu bagi advokat pribumi menjadi sangat sulit melakukan praktik karena adanya persaingan yang tidak sehat yang dilakukan oleh para advokat Belanda yang mengganggap para advokat pribumi sebagai ancaman dalam persaingan.

Dalam literatur hukum sejak era kolonial hingga era sekarang maka terdapat berbagai peraturan yang mengatur perihal fungsi dan peran advokat dalam praktik penegakan hukum.
a. Peraturan pemerintah kolonial Belanda atau era pra kemerdekaan dapat dibaca pada :
1. Staatblad Tahun 1847 Nomor 23 dan Staatblad Tahun 1848 Nomor 57 tentang Reglement op de rechtelijk organisatie en het beleid de justitie in Indonesie atau dikenal dengan RO, pada Pasal 185 s/d 192 mengatur tentang “advocaten en procureurs” yaitu penasehat hukum yang bergelar sarjana hukum.
2. Staatblad Tahun 1847 Nomor 40 tentang Reglement op de Rechtsvordering (RV), dalam peradilan khusus golongan Eropa (Raad van Justitie) ditentukan bahwa para pihak harus diwakili oleh seorang advokat atau procureur.
3. Penetapan Raja tanggal 4 Mei 1926 Nomor 251 jo. 486 tentang Peraturan Cara Melakukan Menjalankan Hukuman Bersyarat, pada Bab I Bagian II Pasal 3 ayat 3 ditentukan bahwa orang yang dihukum dan orang yang wajib memberikan bantuan hukum kepadanya sebelum permulaan pemeriksaan.
4. Staatblad Tahun 1926 nomor 487 tentang Pengawasan Orang yang Memberikan Bantuan Hukum, ditentukan bahwa pengawasan terhadap orang-orang yang memberikan bantuan hukum atau orang yang dikuasakan untuk menunjuk lembaga dan orang yang boleh diperintah memberi bantuan.
5.  Staatblad Tahun 1927 Nomor 496 tentang Regeling van de bijstaan en vertegenwoordiging van partijen in burgerlijke zaken voor de landraden, mengatur tentang penasehat hukum yang disebut “zaakwaarnemers’ atau pada masa tersebut dikenal dengan “pokrol”.
6. Staatblad Tahun 1941 Nomor 44 tentang Herziene Inlandsch Reglement (HIR), dalam Pasal 83 h ayat 6 ditentukan bahwa jika seseorang dituduh bersalah melakukan sesuatu kejahatan yang
 dapat dihukum dengan hukuman mati, maka magistraat hendak menanyakan kepadanya, maukah ia dibantu di pengadilan oleh seorang penasehat hukum. Dan Pasal 254 menentukan bahwa dalam persidangan tiap-tiap orang yang dituduh berhak dibantu oleh pembela untuk mempertahankan dirinya.
7.Staatblad Tahun 1944 Nomor 44 tentang Het Herziene Inlandsch Reglement atau RIB (Reglemen Indonesia yang diperbaharui), menurut Pasal 123 dimungkinkan kepada pihak yang berperkara untuk diwakili oleh orang lain.
b. Ketentuan hukum yang mengatur praktik profesi advokat kemerdekaan hingga saat ini kemudian dapat dapat dilihat dalam :
1. UU Nomor 20 Tahun 1947 tentang Peradilan Ulangan untuk Jawa dan Madura, dalam Pasal 7 ayat 1 menyebutkan bahwa peminta atau wakil dalam arti orang yang diberi kuasa untuk itu yaitu pembela atau penasehat hukum.
2. UU Nomor 1 Tahun 1950 tentang Mahkamah Agung dalam Pasal 42 memberikan istilah pemberi bantuan hukum dengan kata PEMBELA.
3. UU Drt. Nomor 1 Tahun 1951 tentang Tindakan Sementara Penyelenggaraan Kekuasaan dan Acara Pengadilan sipil, memuat ketentuan tentang bantuan hukum bagi tersangka atapun terdakwa.
4. UU Nomor 19 Tahun 1964 tentang Pokok Kekuasaan Kehakiman yang kemudian diganti dengan UU Nomor 14 Tahun 1970, menyatakan bahwa setiap orang yang tersangkut perkara berhak memperoleh bantuan hukum.
5. UU Nomor 13 Tahun 1965 tentang Mahkamah Agung, diganti dengan UU Nomor 14 Tahun 1985, pada Pasal 54 bahwa penasehat hukum adalah mereka yang melakukan kegiatan memberikan nasehat hukum yang berhubungan suatu proses di muka pengadilan.
6. UU Nomor 1 Tahun 1981 tentang KUHAP, dalam Pasal 54 s/d 57 dan 69 s/d 74 mengatur hak-hak tersangka atau terdakwa untuk mendapatkan penasehat hukum dan tata cara penasehat hukum berhubungan dengan tersangka dan terdakwa.
7. UU Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum, mengakui keberadaan penasehat hukum dalam memberi bantuan hukum kepada tersangka atau terdakwa.
8. Surat Edaran dan Surat Keputusan Bersama Mahkamah Agung dan Menteri Kehakiman, dan sebagainya.

Bahkan sebenarnya Pasal 38 UU Nomor 14 Tahun 1970 telah mengisyaratkan perlunya pengaturan profesi advokat dalam UU tersendiri, namun hal itupun tidak menjadi perhatian pemerintah hingga akhirnya tuntutan pengaturan tersebut semakin besar di kalangan organisasi advokat dan etelah 33 tahun, barulah perjuangan itu berhasil melalui UU Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat tentang Advokat dan dari undang undang inilah hingga saat ini masih menjadi dasar hukum untuk mengatur praktik profesi lawyers Indonesia.

Bagaimana lenskap coreng moreng praktik lawyer dalam menjalankan profesinya maka paling tidak secara visual dapat ditonton dalam film tentang advokat misalnya yang paling populer  adalah "The Judge", "Legally Blonde", "The Rainmaker", "A Time to Kill", "The People vs. Larry Flynt", "Primal Fear", "A Few Good Men" atau film nasional yang sempat populer adalah "The Lawyers (Pokrol Bambu".

Film film tersebut adalah karya sineas yang bertolak dari kisah nyata yang telah dibumbui dengan narasi komersil namun ada juga dari film tersebut yang murni bersumber dari proses imajinatif yang fiktif lantas pertanyaannya bagaimana pendapatmu tentang Lawyers dalam dunia nyata.?

Jogjakarta, 4 Febuari 2020.

Sofyan Mohammad
Lawyer daerah tinggal di desa terpencil.