Advertisement
DEMAK|MATALENSANEWS.com- Seorang pejabat desa di Kabupaten Demak menjadi sorotan publik setelah diketahui merangkap tiga jabatan strategis sekaligus. Sunarto, Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Batursari, Kecamatan Mranggen, juga menjabat sebagai Ketua Koperasi Merah Putih (KMP) dan Ketua Koordinator Wilayah (Korwil)/UPTD Mranggen.
Rangkap jabatan tersebut menuai kontroversi, terutama karena jabatan Ketua Koperasi Merah Putih seharusnya tidak diisi oleh pejabat desa aktif. Hal ini bertentangan dengan prinsip profesionalisme dalam pengelolaan koperasi desa atau kelurahan yang dikenal dengan sebutan Kopdes Merah Putih.
Aturan yang Dilanggar
Berdasarkan regulasi dari Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT), pejabat desa seperti kepala desa, perangkat desa, maupun anggota BPD tidak diperbolehkan menjadi pengurus koperasi. Mereka hanya diperkenankan sebagai pengawas agar tidak terjadi tumpang tindih kepentingan dan monopoli kebijakan.
Namun, struktur kepengurusan KMP di Desa Batursari justru diisi oleh sejumlah pejabat desa, antara lain:
- Ketua Koperasi Merah Putih: Sunarto (Ketua BPD)
- Wakil Ketua 1: Lutfi (Ketua BUMDes)
- Wakil Ketua 2: Bowo
- Sekretaris: Alimin (Perangkat Desa)
- Bendahara: Badrun (Anggota BPD)
- Pengawas: Sutikno (Kepala Desa, ex officio), Surahman (Anggota BPD), dan Badarudin (mantan anggota DPRD Demak dari PDI Perjuangan)
Warga Soroti Potensi Konflik Kepentingan
Sejumlah warga mempertanyakan netralitas dan profesionalisme pengelolaan KMP di desa tersebut. "Seharusnya Ketua BPD hanya menjadi pengawas koperasi, bukan malah menjabat sebagai ketua. Ini bisa menimbulkan konflik kepentingan," ujar salah satu warga saat berbincang dengan awak media.
Kekhawatiran warga didasari pada potensi penyalahgunaan wewenang, pemanfaatan data secara tidak wajar, hingga potensi monopoli dalam perekrutan tenaga teknis koperasi.
Koperasi Harus Bebas dari Intervensi Politik
Kopdes Merah Putih didirikan sebagai wadah pemberdayaan ekonomi masyarakat desa, dengan prinsip transparansi, demokrasi, dan partisipatif. Keterlibatan pejabat desa sebagai pengurus dinilai dapat mencederai semangat tersebut, apalagi jika posisi strategis didominasi oleh elit lokal.
“Manajemen koperasi harus profesional dan terlepas dari intervensi politik lokal. Pemerintah desa seharusnya hanya mengawasi, bukan mengelola langsung,” ujar salah satu sumber yang enggan disebutkan namanya.
Harapan untuk Perubahan
Masyarakat berharap adanya evaluasi dari dinas terkait terhadap struktur kepengurusan KMP Desa Batursari agar tidak melanggar ketentuan yang berlaku. Koperasi desa harus menjadi ruang perputaran ekonomi rakyat, bukan ajang bagi pejabat desa memperluas pengaruh kekuasaan.(Aris Yanto)