Advertisement
JAKARTA|MATALENSANEWS.com– Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengonfirmasi tengah melakukan penyelidikan dugaan tindak pidana korupsi dalam pengadaan laptop Chromebook dan layanan Google Cloud di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) pada era Menteri Nadiem Makarim.
Hal tersebut disampaikan Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi sekaligus Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu, saat ditemui di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (17/7/2025).
“Ini masih lidik ya. Chromebook-nya tidak bisa terpisahkan, ada cloud-nya, Google Cloud-nya dan lain-lain,” kata Asep. Meski begitu, ia enggan membeberkan lebih jauh ihwal proses penyelidikan, termasuk soal pemanggilan saksi maupun potensi peningkatan status perkara ke tahap penyidikan. “Jadi saya belum bisa menyampaikan secara gamblang,” imbuhnya.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) telah lebih dahulu menangani kasus serupa dan menaikkannya ke tahap penyidikan. Pengusutan menyasar program digitalisasi pendidikan Kemendikbudristek pada periode 2020–2022 yang melibatkan pengadaan Chromebook dalam jumlah besar.
Per 15 Juli 2025, penyidik Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) telah menetapkan empat orang sebagai tersangka, yakni Jurist Tan (mantan staf khusus Mendikbudristek), Ibrahim Arief (mantan konsultan teknologi di Warung Teknologi), Sri Wahyuningsih (mantan Direktur SD merangkap KPA Direktorat SD TA 2020–2021), dan Mulyatsyah (mantan Direktur SMP merangkap KPA Direktorat SMP TA 2020–2021).
Dalam konstruksi perkara, keterlibatan Nadiem Makarim diduga bermula sejak Agustus 2019, sebelum menjabat sebagai menteri. Ia bersama Jurist Tan dan FN membentuk grup WhatsApp bertajuk Mas Menteri Core Team yang membahas proyek digitalisasi berbasis ChromeOS. Setelah dilantik pada Oktober 2019, Nadiem disebut memerintahkan Jurist untuk merealisasikan proyek tersebut.
Jurist lantas menjalin komunikasi dengan perwakilan Google, WKM dan PRA, membahas skema co-investment sebesar 30 persen dari pihak Google dengan syarat seluruh pengadaan perangkat TIK menggunakan sistem operasi ChromeOS. Jurist juga menunjuk Ibrahim sebagai konsultan teknologi yang kemudian menyusun kajian teknis pengadaan secara sepihak agar hanya mengarah pada produk Google.
Pada April 2020, Nadiem, Jurist, dan Ibrahim diketahui bertemu langsung dengan pihak Google untuk mematangkan strategi pemanfaatan Chromebook dan layanan Google Workspace. Kajian teknis yang dirancang disebut-sebut bersifat manipulatif dan tidak obyektif.
Dalam implementasi di lapangan, Sri Wahyuningsih dan Mulyatsyah mengarahkan pengadaan kepada vendor tertentu, di antaranya PT Bhinneka Mentari Dimensi. Bahkan pemesanan unit laptop dilakukan mendadak pada malam hari, 30 Juni 2020, di Hotel Arosa, Bintaro. Keduanya memerintahkan PPK untuk mengeksekusi pesanan sesuai arahan menteri, serta menyusun juklak dengan spesifikasi tertutup yang mengunci hanya pada ChromeOS. Harga satu paket pengadaan ditetapkan sebesar Rp88,25 juta per sekolah, terdiri dari 15 unit Chromebook dan satu konektor.
Akibat proses yang direkayasa secara sistemik, Kejagung menyebut negara dirugikan hingga Rp1,98 triliun. Kerugian itu terdiri dari mark-up harga perangkat sebesar Rp1,5 triliun dan pembelian perangkat lunak Chrome Device Management (CDM) sebesar Rp480 miliar. Selain itu, sebanyak 1,2 juta unit Chromebook yang diadakan tidak dapat dimanfaatkan secara optimal, terutama di wilayah 3T (Terdepan, Terluar, Tertinggal), karena keterbatasan sistem operasi.
Para tersangka dijerat dengan Pasal 2 dan/atau Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara.(Goent)