Advertisement
Aksi adu mulut antara warga dengan Plt Sekretaris Daerah
Laporan : Goent
PATI | MatalensaNews.com – Sebuah video yang memperlihatkan aksi adu mulut antara warga dengan Plt Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Pati, Riyoso, menjadi viral di media sosial. Insiden itu terjadi saat Satpol PP membubarkan posko penggalangan massa untuk aksi demonstrasi menolak kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di kawasan Alun-alun Pati, Selasa (5/8/2025).
Video tersebut diunggah oleh akun Instagram @tante.rempong.official sekitar delapan jam lalu dan telah ditonton puluhan ribu kali. Warganet memberikan beragam komentar, mulai dari dukungan terhadap warga hingga kritik terhadap sikap pejabat.
Dalam video berdurasi singkat itu, terlihat adu argumen antara perwakilan dari Aliansi Masyarakat Pati Bersatu, Husein Hafid, dengan Plt Sekda Pati, Riyoso. Husein menyatakan bahwa pejabat pemerintah seharusnya tidak bersikap semena-mena terhadap rakyat yang telah menggaji mereka melalui pajak.
"Kamu itu yang bayar masyarakat," kata Husein dalam video tersebut.
Ia juga menyindir Riyoso yang diduga berniat maju dalam Pilkada Pati mendatang.
"Ape nyalon bupati kowe, ora bakal dadi (Mau nyalon bupati kamu? Nggak bakal jadi)," lanjut Husein.
Riyoso hanya menanggapi dengan singkat, "Terserah," sebelum melanjutkan interaksi dengan pria lain yang mengenakan kaus hitam.
Pria tersebut menyampaikan keberatan atas tindakan aparat yang membubarkan posko mereka.
"Jangan semena-mena. Kami tidak takut. Jangankan 50 ribu, sama saya saja," ujarnya dengan nada tegas.
Riyoso pun langsung memerintahkan, "Tertibkan," yang diduga diarahkan kepada petugas Satpol PP.
Dikonfirmasi terkait video viral itu, Plt Sekda Pati Riyoso menanggapi singkat ketika ditemui di sela-sela sebuah acara di Pati, Rabu (6/8/2025).
"Sapa yang mau nyalon, dikne dewe sing ngomong (Dia sendiri yang bilang nyalon bupati)," ujarnya sebelum meninggalkan lokasi acara.
Sementara itu, pembubaran posko aksi ini menambah sorotan terhadap polemik kenaikan PBB di Kabupaten Pati yang disebut-sebut naik hingga 250 persen. Warga terus menyuarakan penolakan atas kebijakan tersebut karena dinilai memberatkan di tengah kondisi ekonomi yang masih belum stabil.(*)