Advertisement
Laporan: S Boyong/ErAngga
Blora|MATALENSANEWS.com – Sebanyak 48 dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di Kabupaten Blora, Jawa Tengah, telah beroperasi untuk mendukung program Makan Bergizi Gratis (MBG). Dari 48 dapur itu, jumlah penerima manfaat mencapai 126.632 sasaran.
Namun, di balik gencarnya pelaksanaan program, DPRD Blora menemukan sejumlah kejanggalan dalam mekanisme kerja sama antara SPPG dan pihak sekolah. Hal itu mengemuka dalam rapat dengar pendapat yang digelar di ruang rapat DPRD Blora, Kamis (18/9/2025).
Ketua Komisi D DPRD Blora, Subroto, menyoroti kewajiban sekolah untuk memastikan kebersihan piring dan tempat makan para siswa. Guru-guru bahkan diminta mengarahkan murid membawa tempat bekal sendiri untuk menyimpan sisa makanan.
“Ketika SPPG berdalih makanan selalu habis, ya habis karena dibersihkan oleh guru-guru. Sehingga pihak SPPG seolah-olah tidak punya kesalahan,” kata Subroto kepada wartawan.
Selain itu, ia juga menilai janggal adanya aturan denda Rp80 ribu jika peralatan makan hilang di sekolah. “Apakah sendok itu senilai Rp80 ribu? Bagaimana pihak sekolah yang mengurus anak-anak sebanyak itu harus menanggungnya?” ujarnya.
Poin lain yang dinilai merugikan adalah aturan terkait kerahasiaan informasi bila terjadi kejadian luar biasa, seperti keracunan atau makanan tidak layak. Sekolah dilarang mengunggah informasi tersebut ke media sosial, melainkan hanya boleh dibicarakan secara internal dengan SPPG.
“Apabila ada makanan basi atau keracunan, itu tidak diperbolehkan diunggah. Kesannya ditutup-tutupi. Terus yang boleh bicara itu siapa? Ini pertanyaan kami,” tambahnya.
Subroto juga menyoroti lemahnya pengawasan dalam pelaksanaan program MBG. “Di SPPG hampir tidak ada pengawasan, karena mereka seolah bertanggung jawab langsung ke pusat,” tegasnya.
Sementara itu, Koordinator SPPG Blora, Artika Diannita, mengakui memang ada poin-poin dalam surat kerja sama yang sempat menimbulkan keberatan. Namun, menurutnya, perjanjian tersebut telah direvisi sesuai petunjuk teknis terbaru.
“Ya, memang awalnya seperti itu, tapi sekarang sudah ada perbaikan. Untuk poin kerahasiaan, bukan berarti menutupi, melainkan kita langsung lapor ke pelayanan kesehatan jika ada masalah, misalnya keracunan,” jelas Artika.