Advertisement
Laporan : TRI
SALATIGA|MatalensaNEWS.com – Praktik penarikan paksa kendaraan oleh debt collector masih menimbulkan keresahan di tengah masyarakat. Ketua Lembaga Elbeha Barometer, Sri Hartono, menyoroti maraknya aksi debt collector di wilayah Salatiga, Kabupaten Semarang dan sekitarnya yang dinilai kerap bertindak sewenang-wenang terhadap konsumen.
Sri Hartono menegaskan, keberadaan debt collector sebenarnya tidak memiliki dasar hukum untuk melakukan penarikan kendaraan di jalan. Namun faktanya, aksi mereka sering berulang dan dilakukan secara terang-terangan. “Mereka kerap menarik paksa kendaraan yang telat membayar angsuran. Itu jelas tindakan melanggar hukum dan merugikan masyarakat,” tegasnya, Kamis (2/10/2025).
Ia mendesak aparat penegak hukum segera turun tangan menindak tegas praktik semacam itu. Menurutnya, hanya pengadilan yang berwenang memutuskan eksekusi kendaraan jika terjadi kredit macet, bukan debt collector.
“Kami berharap kepolisian tidak tinggal diam. Aparat harus hadir agar tidak ada lagi debt collector yang berkeliaran seenaknya. Negara sudah punya mekanisme hukum yang jelas,” tandas Sri Hartono.
Selain mendesak aparat, Sri Hartono juga mengajak masyarakat agar berani bersuara jika melihat atau mengalami tindakan penarikan paksa kendaraan oleh debt collector. Ia menilai, ketegasan warga akan menjadi langkah penting untuk menekan praktik ilegal tersebut.
“Kalau ada debt collector yang bertindak sewenang-wenang, segera laporkan. Jangan takut. Ini persoalan hukum, bukan sekadar urusan pribadi. Masyarakat berhak dilindungi,” ujarnya.
Praktik debt collector yang kerap meresahkan ini bukan hanya terjadi sekali dua kali. Beberapa warga Salatiga dan Kabupaten Semarang mengaku sering melihat atau bahkan mengalami langsung bagaimana kendaraan ditarik paksa di jalan. Tak jarang, aksi itu menimbulkan keributan di tempat umum dan menimbulkan rasa takut bagi masyarakat sekitar.
Elbeha Barometer menilai, selama aparat belum menertibkan, kasus serupa akan terus terulang dan masyarakat akan selalu menjadi korban.
“Jangan tunggu ada korban jiwa baru bergerak. Aparat harus proaktif melindungi masyarakat,” pungkas Sri Hartono.(*)