Advertisement
Laporan : Farid
GROBOGAN|MatalensaNews.com-Kemunculan sebuah gundukan besar yang mengeluarkan semburan tanah di Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah, sempat menghebohkan publik pada Maret 2024. Fenomena yang sekilas menyerupai letusan gunung berapi itu viral di media sosial dan menimbulkan berbagai spekulasi di masyarakat.
Peristiwa tersebut terjadi tak lama setelah gempa berkekuatan Magnitudo 6,5 mengguncang wilayah Jawa Tengah pada 22 Maret 2024. Publik pun menduga adanya kaitan antara aktivitas gempa dan munculnya gundukan tanah tersebut.
Menanggapi kehebohan yang berkembang, Kepala Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Muhammad Wafid A.N, memastikan bahwa fenomena tersebut bukan gunung berapi, melainkan gunung lumpur atau mud volcano. Gundukan itu tercatat memiliki ketinggian sekitar 25 meter dari permukaan tanah.
Menurut penjelasan yang dikutip dari laman resmi EGSA UGM, Senin (20/10/2025), pembentukan mud volcano terjadi ketika gas alam (natural gas) bertekanan tinggi menemukan jalur rekahan atau sesar mendatar yang tegak, kemudian membawa lumpur dengan densitas lebih ringan menuju permukaan. Ketika tekanan mencapai puncaknya, material tersebut meletus membentuk kerucut layaknya gunung.
“Berbagai material seperti lumpur, gas, batuan, belerang, garam, dan air akan diletuskan ke permukaan membentuk kerucut seperti gunung,” demikian tertulis dalam artikel EGSA UGM mengutip Sabdaningsih (2020).
Wafid menambahkan, gempa dangkal yang terjadi sebelumnya turut memicu migrasi hidrokarbon dan lumpur melalui rekahan baru sehingga semburan lumpur menjadi lebih aktif dan bertenaga.
EGSA UGM menjelaskan bahwa fenomena mud volcano di Grobogan sejatinya bukan kejadian langka. Kawasan tersebut berada pada jalur sesar yang memanjang dari barat daya ke timur laut sehingga rawan muncul aliran gas dan lumpur dari bawah permukaan.
Risiko dan Dampak bagi Warga
Meski tidak se-eksplosif letusan gunung api, mud volcano tetap berpotensi menimbulkan kerusakan. Laporan EGSA UGM menyebutkan bahwa semburan lumpur panas dapat merusak lahan pertanian, termasuk sawah dan ladang warga di sekitar lokasi. Selain itu, aktivitas mud volcano sering berpindah-pindah sehingga menyulitkan upaya mitigasi.
Bahaya lain datang dari gas beracun yang ikut terbawa semburan, seperti hidrogen sulfida (H₂S) dan karbondioksida (CO₂). Gas hidrogen sulfida yang berbau menyengat dapat menyebabkan iritasi mata, hidung, dan tenggorokan apabila terhirup dalam konsentrasi tinggi. Sementara karbondioksida dalam jumlah besar dapat memicu sesak napas, pusing, hingga berpotensi fatal bila terekspos dalam waktu lama.
Pemerintah diharapkan memberikan penanganan dan solusi bagi masyarakat yang terdampak, khususnya yang mengalami kerugian di sektor pertanian.
Potensi Ekonomi dan Ilmiah
Di balik risiko yang muncul, fenomena mud volcano juga menyimpan potensi ekonomi, pariwisata, hingga penelitian. EGSA UGM mencatat bahwa lumpur dari mud volcano mengandung mineral bernilai seperti litium, kaolinit, dan kalsit, serta mikroorganisme unik seperti bakteri halofilik.
Kombinasi tersebut membuka peluang pemanfaatan dalam berbagai sektor, mulai dari industri kreatif, riset energi, hingga aplikasi di bidang lingkungan dan kesehatan. Selain itu, keberadaan mud volcano menjadi objek kajian penting bagi ilmuwan geologi, biologi, dan lingkungan untuk meneliti proses dinamika kerak bumi dan potensi sumber daya alam di dalamnya.
Dengan berbagai penjelasan ilmiah tersebut, fenomena “gunung” baru di Grobogan dapat dipastikan bukan tanda aktivitas vulkanik, melainkan proses geologi alami yang telah lama terjadi di wilayah tersebut.
Jika Anda ingin versi yang lebih ringkas, lebih formal, atau ingin menambahkan kutipan pejabat daerah, saya siap menyesuaikan.(*)

