Advertisement
![]() |
| Gambar ilustrasi korban pinjol |
JAKARTA|MatalensaNews.com— Penagih utang atau debt collector kerap menjadi sosok yang menakutkan bagi sebagian nasabah pinjaman online (pinjol) yang mengalami keterlambatan pembayaran. Namun, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menegaskan bahwa praktik penagihan pinjol tidak boleh dilakukan secara semena-mena dan harus mematuhi aturan yang berlaku.
Sejak 2024 dan terus diberlakukan hingga 2025, OJK menerapkan regulasi ketat dalam sektor Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI). Dalam peta jalan LPBBTI, OJK mewajibkan setiap penyelenggara pinjol bertanggung jawab penuh atas seluruh proses penagihan, termasuk jika menggunakan jasa pihak ketiga atau debt collector.
Artinya, seluruh penagih utang harus berada di bawah kontrol dan pengawasan langsung penyelenggara pinjol. Tanggung jawab hukum tetap melekat pada perusahaan pinjol, bukan dialihkan sepenuhnya kepada pihak ketiga.
Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya (PVML) OJK, Agusman, menegaskan bahwa penyelenggara wajib menjelaskan secara transparan kepada debitur mengenai prosedur pengembalian dana serta mekanisme penagihan yang dilakukan.
OJK juga secara tegas melarang debt collector menggunakan ancaman, intimidasi, kekerasan verbal, maupun tindakan yang mengandung unsur suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA). Penagihan hanya diperbolehkan dilakukan hingga pukul 20.00 waktu setempat.
Pelanggaran terhadap ketentuan tersebut dapat berujung pada sanksi berat. Hal ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Penguatan dan Pengembangan Sektor Keuangan (UU PPSK), yang membuka peluang sanksi pidana penjara dan denda hingga ratusan miliar rupiah.
Dalam Pasal 306 UU PPSK disebutkan bahwa pelaku usaha sektor keuangan (PUSK) yang melakukan pelanggaran dalam penagihan atau memberikan informasi yang tidak benar kepada nasabah dapat dipidana penjara paling singkat dua tahun dan paling lama 10 tahun. Selain itu, pelaku juga dapat dikenakan denda paling sedikit Rp25 miliar dan paling banyak Rp250 miliar.
Aturan Pinjol Terbaru Berlaku 2025
Selain pengaturan penagihan, OJK juga menerapkan sejumlah ketentuan baru yang mengatur bunga, denda, hingga batas pinjaman debitur.
Pertama, OJK membatasi bunga harian pinjol di kisaran 0,1 persen hingga 0,3 persen per hari, lebih rendah dibandingkan ketentuan sebelumnya yang mencapai 0,4 persen per hari. Ketentuan ini tertuang dalam Surat Edaran OJK Nomor 19/SEOJK.06/2023.
Dalam aturan tersebut, manfaat ekonomi yang dibebankan kepada debitur mencakup bunga, margin, bagi hasil, biaya administrasi, biaya komisi, platform fee, serta biaya lainnya di luar denda keterlambatan, bea meterai, dan pajak. Untuk pinjaman konsumtif jangka pendek di bawah satu tahun, bunga maksimal ditetapkan sebesar 0,3 persen per hari kalender sejak 1 Januari 2024.
Kedua, denda keterlambatan pembayaran pinjaman konsumtif diturunkan secara bertahap. Pada 2024, denda maksimal sebesar 0,3 persen per hari, turun menjadi 0,2 persen per hari pada 2025, dan kembali turun menjadi 0,1 persen per hari pada 2026.
Ketiga, debitur hanya diperbolehkan meminjam dari maksimal tiga platform pinjol untuk mencegah praktik gali lubang tutup lubang yang berpotensi merugikan masyarakat.
Keempat, kontak darurat yang dicantumkan debitur tidak boleh dijadikan sasaran penagihan. Kontak tersebut hanya boleh digunakan untuk konfirmasi keberadaan debitur, dan penyelenggara wajib memperoleh persetujuan dari pemilik kontak terlebih dahulu.
Kelima, penagihan wajib dilakukan secara beretika. Debt collector dilarang melakukan penghinaan, intimidasi, kekerasan verbal, maupun perundungan digital (cyber bullying), baik secara langsung maupun melalui media elektronik.
Keenam, penyelenggara pinjol wajib menyediakan asuransi atau penjaminan risiko dengan bekerja sama dengan perusahaan asuransi atau lembaga penjaminan sesuai ketentuan OJK.
Melalui pengaturan ini, OJK berharap industri pinjaman online dapat tumbuh secara lebih sehat, adil, dan bertanggung jawab, serta tidak lagi membebani masyarakat dengan praktik penagihan yang kasar, menyesatkan, atau melanggar hukum.
Dengan memahami aturan tersebut, masyarakat diharapkan lebih terlindungi dan semakin bijak dalam menggunakan layanan pinjaman online.(Red/GT)

