Deoxa Indonesian Channels

lisensi

Advertisement MGID

Rabu, 02 Juli 2025, 9:59:00 AM WIB
Last Updated 2025-07-02T02:59:10Z
BERITA UMUMNEWS

LPI Desak Kejati Tetapkan Leny sebagai Tersangka Dugaan Korupsi Masjid Raya Halsel, Anggaran Capai Rp119 Miliar

Advertisement


MALUKU UTARA|
MatalensaNews.com – Pusaran dugaan korupsi pembangunan Masjid Raya Halmahera Selatan terus menjadi sorotan publik. Lembaga Pengawasan Independen (LPI) Maluku Utara menilai penanganan kasus ini belum menyentuh seluruh pihak yang diduga terlibat, termasuk Leny, selaku direksi PT. Bangun Utama Mandiri Nusa (BUMN).


Koordinator LPI Maluku Utara, Rajak Idrus atau yang akrab disapa Jeck, menegaskan bahwa penyidikan kasus ini tak boleh berhenti pada penetapan Ahmad Hadi, eks Kepala Dinas Perkim, sebagai tersangka tunggal.


“Kasus dugaan korupsi Masjid Raya Halsel ini tidak bisa hanya berhenti pada satu orang. Kejahatan korupsi tidak dilakukan sendirian. Kami minta Kejaksaan Tinggi Maluku Utara segera menetapkan tersangka baru,” tegas Jeck, Rabu (2/7/2025).


Jeck menyoroti besarnya anggaran yang telah dikucurkan untuk proyek Masjid Raya tersebut, yakni sebesar Rp119.848.957.173, yang digelontorkan secara bertahap dari tahun 2016 hingga 2024. Namun, hingga kini proyek tersebut belum juga rampung.


“Kami mendesak agar pihak-pihak yang terlibat, termasuk kontraktor yang pernah mengerjakan proyek, dipanggil dan diperiksa. Salah satunya adalah PT. Bangun Utama Mandiri Nusa yang mengerjakan proyek pada tahun 2017 dan 2018,” jelasnya.


Dugaan Rekayasa Tender dan Suap


LPI juga menyoroti proses tender melalui aplikasi LPSE Kabupaten Halmahera Selatan yang dinilai sarat dengan indikasi penyimpangan. Jeck mengungkap adanya dugaan rekayasa penetapan pemenang lelang dengan melibatkan pihak-pihak tertentu.


“Substansi dugaan korupsi pembangunan Masjid Raya Halsel bukan hanya pada pekerjaan fisik. Ada dugaan praktik suap dalam proses tender. Jika ditelusuri secara detail, pasti akan terungkap siapa-siapa yang berada di balik pusaran ini,” tegasnya.


Jeck juga menyatakan bahwa LPI siap membantu Kejaksaan Tinggi Maluku Utara dalam hal pengumpulan dan verifikasi data tambahan untuk membuka kasus ini secara terang-benderang.


“Berdasarkan fakta persidangan Ahmad Hadi, banyak pihak yang disebut terlibat. Tapi hingga kini baru sekitar enam orang yang diperiksa sebagai saksi. Padahal masih banyak nama yang layak dipanggil,” lanjutnya.


Rincian Anggaran dan Progres Pekerjaan


Proyek Masjid Raya Halmahera Selatan mulai dibiayai sejak 2016 dengan anggaran awal sebesar Rp50 miliar, kemudian direvisi menjadi Rp29 miliar. Secara berkelanjutan, alokasi anggaran terus dikucurkan hampir setiap tahun:


  • 2017: Rp29.950.000.000 (PT. Bangun Utama Mandiri Nusa)
  • 2018: Rp29.895.736.354 (PT. Bangun Utama Mandiri Nusa)
  • 2019: Rp9.984.783.000 (CV. Minanga Tiga Satu)
  • 2021: Rp11.018.437.819,82 (PT. Duta Karya Pratama Unggul)
  • 2024: Rp10.000.000.000 (belum disebutkan rekanan)


Total alokasi anggaran mencapai lebih dari Rp119 miliar, namun hingga kini bangunan Masjid Raya masih dalam tahap pengerjaan.


“Proyek ini sudah berlangsung sembilan tahun, tapi belum selesai juga. Ini jelas-jelas bentuk kegagalan dan pemborosan anggaran publik. Kejaksaan harus buka semua pihak yang bermain di proyek ini,” pungkas Jeck.


LPI Maluku Utara menegaskan, jika Kejati Malut serius, maka bukan hanya satu atau dua orang yang ditetapkan sebagai tersangka, melainkan bisa lima hingga enam orang lebih. LPI juga menyoroti pentingnya audit independen dan transparansi total dalam kasus ini demi memulihkan kepercayaan publik terhadap penegakan hukum. (Jak)