Deoxa Indonesian Channels

lisensi

Advertisement MGID

Kamis, 11 Desember 2025, 11:25:00 PM WIB
Last Updated 2025-12-11T18:24:04Z
BERITA UMUMNEWS

Potret Pahit-Manis Kehidupan LC di Salatiga “Kami Hanya Berusaha Bertahan Hidup”

Advertisement



Laporan  : Goent


Salatiga|MatalensaNews.com – Dunia malam selalu menyimpan kisah yang tak banyak diketahui orang. Di balik dentuman musik, lampu redup, dan senyum yang disuguhkan, ada sosok-sosok perempuan yang akrab disebut LC (Lady Companion). Mereka menjadi teman minum, pemandu karaoke, hingga pendengar setia bagi tamu-tamu yang datang mencari hiburan.


Namun, di balik senyum yang selalu terlukis, tersimpan beban hidup yang kerap tak terlihat. Lita (23) anak tiga bukan nama sebenarnya, seorang LC di salah satu tempat hiburan malam di Kota Salatiga, menuturkan bahwa tidak sedikit perempuan memilih jalan ini karena tuntutan ekonomi. Ada yang menjadi tulang punggung keluarga, ada yang terjebak karena minimnya pilihan pekerjaan.


“Kalau tamu baik, kita juga bisa kerja dengan tenang. Tapi kalau tamu kasar, itu yang bikin berat,” ujar Lita sembari menunduk, Kamis (11/12/2025) dini hari.


Stigma Sosial yang Membelenggu


Profesi LC tak pernah lepas dari stigma. Di mata sebagian masyarakat, mereka kerap disamakan dengan dunia prostitusi. Padahal, tidak semua pemandu karaoke terjerumus sejauh itu. Banyak dari mereka yang hanya menjadi teman ngobrol dan penghibur di meja tamu, tanpa melampaui batas.


“Kita tetap manusia biasa, punya harga diri, punya keluarga. Hanya saja jalan hidup memaksa kami berada di sini,” kata Lita dengan suara pelan.


Stigma itu pula yang membuat sebagian LC memilih merahasiakan pekerjaannya, bahkan dari keluarga terdekat. Mereka hidup dalam dua dunia: satu penuh gemerlap, satu lagi dipenuhi kecemasan akan penilaian sosial.


Pendapatan Besar, Tapi Banyak Risiko


Di sisi lain, profesi ini memiliki daya tarik tersendiri. R (24), rekan Mt yang sudah bekerja sebagai LC selama tiga tahun, mengakui bahwa penghasilan besar dalam waktu singkat menjadi alasan utama banyak perempuan bertahan di dunia ini. Selain itu, mereka juga merasa mendapatkan pengalaman berharga dalam menghadapi berbagai karakter tamu.


“Aku jadi bisa cepat membaca sifat orang, tahu mana yang tulus mana yang cuma main-main,” ungkap R.


Namun, pendapatan besar itu dibayar dengan risiko: tekanan mental, fisik, dan ancaman dari tamu yang tidak menghargai batasan. Jam kerja yang panjang hingga dini hari, tuntutan selalu tampil ramah, dan lingkungan kerja yang tidak selalu aman membuat profesi ini jauh dari kata mudah.



Antara Realitas dan Pilihan Hidup


Kehidupan seorang LC ibarat dua mata pisau: menjanjikan penghasilan, namun menyisakan tekanan dan stigma yang berat. Meski begitu, bagi sebagian perempuan, pekerjaan ini menjadi pilihan yang dianggap paling realistis untuk bertahan hidup.


“Yang penting kami bisa hidup, bisa bantu keluarga. Kalau ada pilihan lain yang lebih baik, kami pasti mau,” ujar Lita.


Kisah mereka adalah potret kehidupan yang jarang terlihat, menggambarkan realitas dunia malam yang tak selalu glamor. Di balik senyum para LC, ada perjuangan yang mungkin tak pernah benar-benar dipahami banyak orang.